GERAKAN AHMADIYAH BELANDA

Welcome to the Official Website of the 'Lahore Ahmadiyya Movement for the Propagation of Islam' (Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore).
The aim of this website is to archive the literary treasures of the Lahore Ahmadiyya Movement. Over the past hundred years the Movement has spread the word of Islam through peaceful means — the pen.
The main object of this Movement is to present the true, original message of Islam to the whole world — Islam as it is found in the Holy Quran and the life of the Holy Prophet Muhammad (peace and blessings of Allah be upon him), obscured today by grave misconceptions and wrong popular notions.
Islam seeks to attract the hearts and minds of people towards the truth, by means of reasoning, good moral example, and the natural beauty of its principles. It neither aspires to gain political power, nor allows the use of force in support of the faith.






Read More......

Bela Ahmadiyah Demi UUD 1945

JAKARTA (SuaraMedia) Mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid secara terang-terangan membela keberadaan Ahmadiyah. Pria yang akrab dipanggil Gus Dur itu mengatasnamakan tindakannya demi melindungi kebebasan agama yang dijamin UUD 1945. “Jika Indonesia tidak lagi melindungi kebebasan beragama, maka negara kita ibarat memiliki UUD 1945 tetapi tidak mempunyai gigi dan negara kita tidak mempunyai dasar sama sekali,” ujar Gus Dur dalam talkshow dengan tema Islam Indonesia, Pemilu, dan Perubahan yang diselenggarakan Wahid Institute dan Gatara di Balai Pertemuan Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (16/3/2009).. Karena itu, Gus Dur secara eksplisit menyatakan dukungan kepada kelompok Ahmadiyah. “Saya melindungi Ahmadiyah, karena itu menjadi kekuatan UUD 1945,” ungkapnya. Di sisi lain, mantan Ketua Umum PB Nahdatul Ulama itu menyesalkan tindakan kekerasan yang acapkali dilakukan kelompok-kelompok islam fundamentalis. Padahal secara hukum, tindakan semacam itu jelas dilarang. “Seperti FPI yang didirikan oleh dua jenderal TNI AD dan dua jenderal Kepolisian,” ungkapnya. 17-04-09 (okz) http://www.suaramedia.com


Read More......

Keburukan menyekutukan Tuhan

Dengan menyesal aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan keburukan daripada bertumpu kepada sosok lain selain Allah s.w.t. Orang-orang seperti ini menyembah dan merendahkan dirinya kepada sosok lain yang telah menyalakan api kecemburuan Allah yang Maha Agung. Adalah doa orang-orang seperti itu yang ditepiskan oleh Tuhan.
Aku akan memberikan contoh sederhana yang walaupun tidak sepenuhnya benar tetapi mudah dicernanya. Seorang laki-laki terhormat tidak akan bisa mentoleransi perhatian orang lain terhadap istrinya, bahkan ia bisa menganggap istrinya pantas dibunuh sebagaimana banyak contoh dalam masyarakat. Begitu jugalah kecemburuan Ilahi. Ibadah dan doa adalah hak Wujud-Nya sendiri. Dia tidak akan bisa menerima ada sosok lain yang disembah atau dipohon dalam doa. Karena itu ingatlah bahwa kecondongan kepada sosok lain selain Allah s.w.t. sama saja dengan mengaliskan dirinya dari Dia.
Salat dan Ketauhidan, dimana salat merupakan praktek daripada pernyataan akan Ketauhidan Ilahi, tetapi ini pun akan kosong dari berkat dan merupakan hal yang sia-sia jika tidak dilambari perendahan diri serta tidak dilaksanakan dengan tekun sepenuh hati. (Malfuzat, vol. I, hal. 167-168).

Dengan menyesal aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan keburukan daripada bertumpu kepada sosok lain selain Allah s.w.t. Orang-orang seperti ini menyembah dan merendahkan dirinya kepada sosok lain yang telah menyalakan api kecemburuan Allah yang Maha Agung. Adalah doa orang-orang seperti itu yang ditepiskan oleh Tuhan.
Aku akan memberikan contoh sederhana yang walaupun tidak sepenuhnya benar tetapi mudah dicernanya. Seorang laki-laki terhormat tidak akan bisa mentoleransi perhatian orang lain terhadap istrinya, bahkan ia bisa menganggap istrinya pantas dibunuh sebagaimana banyak contoh dalam masyarakat. Begitu jugalah kecemburuan Ilahi. Ibadah dan doa adalah hak Wujud-Nya sendiri. Dia tidak akan bisa menerima ada sosok lain yang disembah atau dipohon dalam doa. Karena itu ingatlah bahwa kecondongan kepada sosok lain selain Allah s.w.t. sama saja dengan mengaliskan dirinya dari Dia.
Salat dan Ketauhidan, dimana salat merupakan praktek daripada pernyataan akan Ketauhidan Ilahi, tetapi ini pun akan kosong dari berkat dan merupakan hal yang sia-sia jika tidak dilambari perendahan diri serta tidak dilaksanakan dengan tekun sepenuh hati. (Malfuzat, vol. I, hal. 167-168).
* * *
Penyekutuan Tuhan bisa berbentuk banyak macam dan disebut sebagai syirik. Jelas terdapat syirik dalam agama Hindu, Kristen, Yahudi dan para penyembah berhala, dimana manusia, batu, benda mati lainnya atau sifat-sifat dan dewa-dewa fiktif disembah sebagai Tuhan. Meskipun sekarang ini zaman pencerahan dan pendidikan serta logika mulai menjauhinya, namun bentuk syirik ini masih banyak terdapat di dunia. Kebanyakan manusia menganggap ketololan seperti ini sebagai bagian dari agama nasional mereka, walaupun sebenarnya di dalam hati mereka mulai menolaknya. Hanya saja ada sejenis syirik lain yang menyebar secara tersembunyi seperti racun dan pada masa ini berkembang luas yaitu bentuk ketidakpercayaan dan menolak ketergantungan kepada Allah yang Maha Kuasa.
Kami tidak ada mengatakan, dan juga bukan bagian dari agama kami, bahwa yang namanya sarana harus dibuang sama sekali. Allah s.w.t. sendiri telah menganjurkan pemanfaatan sarana dan jika sarana tidak dimanfaatkan sepenuh kemampuannya maka hal itu dianggap sebagai mencederai citra fitrat manusia dan mengecilkan arti karunia Ilahi. Kalau sarana ditinggalkan sama sekali maka hal itu berarti semua sifat dan fitrat yang telah dikaruniakan kepada manusia akan jadi menganggur tidak berguna, dan hal ini sama saja dengan menganggap kinerja Tuhan sebagai suatu yang sia-sia tak berguna. Karena itulah kami tidak ada mengatakan, dan juga bukan bagian dari agama kami, bahwa yang namanya sarana harus dibuang sama sekali.
Pemanfaatan sarana sampai dengan batasnya yang pantas adalah suatu hal yang perlu. Sarana juga dibutuhkan untuk kehidupan di akhirat. Melaksana¬kan perintah Allah s.w.t., menjauhi dosa dan melakukan amal saleh semuanya dilakukan dengan tujuan agar kita nyaman hidup di dunia maupun di akhirat. Amal saleh dengan demikian merupakan substitusi daripada sarana. Tuhan tidak pernah melarang pemanfaatan sarana untuk memehuhi kebutuhan duniawi. Seorang pegawai negeri harus melaksanakan tugas-tugasnya, seorang petani harus menyibukkan dirinya dengan pengelolaan pertanian, seorang buruh harus melaksanakan kerjanya sehingga mereka semuanya bisa memenuhi kewajiban yang terhutang oleh mereka kepada keluarga, anak-anak dan diri mereka sendiri. Semua ini bisa dibenarkan sampai suatu limit yang pantas dan memang tidak dilarang, tetapi jika melampaui batas tersebut maka berarti seseorang telah meletakkan kepercayaannya kepada sarana dan hal itu menjadikan yang bersangkutan berlaku syirik yang akan menjauhkan dirinya dari tujuan hidup yang sebenarnya.
Sebagai contoh, jika ada orang yang mengatakan bahwa kalau bukan karena suatu faktor tertentu ia akan mati kelaparan, atau kalau bukan karena suatu kekayaan atau jabatan ia akan miskin, atau kalau bukan karena adanya seorang sahabat ia akan mengalami mala petaka, semuanya itu merupakan hal yang tidak disukai oleh Allah s.w.t. Dia tidak akan berkenan pada orang yang terlalu mengandalkan kekayaan, sahabat atau sarana lainnya dan orang itu akan melenceng menjauh dari Allah s.w.t.. Hal ini merupakan syirik dalam bentuknya yang amat berbahaya dan amat bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dimana Allah s.w.t. berfirman:

“Di langit ada rezeki bagi kamu dan juga apa yang dijanjikan kepada kamu”. (S.51 Adz-Dzariyat:23)
sebagaimana juga firman-Nya:

“Barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia memadai baginya”. (S.65 Ath-Thalaq:4)
serta firman:

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya suatu jalan keluar, dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah ia menyangka”. (S.65 Ath-Thalaq:3-4).

Begitu pula dengan firman-Nya:

“Dia melindungi orang-orang saleh”. (S.7 Al-Araf:197).
Kitab Suci Al-Qur’an penuh dengan ayat-ayat yang menyatakan Allah s.w.t. adalah Penjaga dan pemelihara para orang saleh. Kalau kemudian manusia bergantung kepada sarana dan yakin kepadanya, berarti ia telah mengenakan beberapa sifat Tuhan kepada sarana dimaksud dan menjadikannya sebagai sembahan lain di samping Tuhan-nya.

Dalam hal ini ia telah condong kepada perbuatan syirik. Mereka yang condong atau mengabdi kepada pejabat-pejabat negara dan dari sana lalu memperoleh anugrah dan gelar, akan menghormati para pejabat itu sebagaimana ia menghormati Tuhan dan dengan cara demi¬kian sama saja dengan telah menyembah mereka. Hal demikian menafikan Ke-Esaan Tuhan dan melencengkan manusia dari tujuan haqiqinya serta melontarkannya ke luar jalur jauh sekali. Para Rasul Allah selalu mengajarkan agar jangan ada konflik di antara Ketauhidan dengan sarana material dimana masing-masing harus berada di posisinya yang benar, sedangkan akhir segalanya adalah Ke-Esaan. Para Rasul mengajarkan kepada umat manusia bahwa semua kemuliaan, keselesaan dan kepuasan datangnya dari Allah s.w.t. Jika ada sesuatu lainnya yang ditegakkan bertentangan dengan Dia maka akan timbul konflik dimana salah satu akan rusak. Ketauhidan Ilahi harus selalu dimenangkan. Sarana memang boleh digunakan tetapi tidak patut diagungkan.

Keimanan kepada Ketauhidan Ilahi akan melahirkan kecintaan kepada Allah yang Maha Perkasa ketika manusia menyadari bahwa semua kesialan dan keberuntungan ada di Tangan-Nya, bahwa hanya Dia-lah yang Maha Pengasih dan setiap partikel hanya datang daripada-Nya tanpa intervensi siapa pun. Ketika seorang manusia berhasil mencapai tingkatan suci ini maka ia akan diakui sebagai seorang yang beriman kepada Ketauhidan Ilahi. Salah satu persyaratan dari keimanan kepada Ketauhidan Ilahi adalah tidak akan menyembah batu, manusia lainnya atau benda apa pun, bahkan seharusnya merasa jijik atas tindakan demikian. Syarat kedua adalah tidak terlalu melebih¬-lebihkan pentingnya sarana material. Syarat ketiga, manusia bersangkutan harus menafikan ego dan tujuannya sendiri. Seringkali manusia merasa kemampuan sifat dan fisik dirinya amat hebat sehingga membayang¬kan bahwa ia telah berhasil mencapai suatu kemaslahatan dengan dayanya sendiri. Ia demikian mengandalkan kemampuan dirinya sendiri sehingga mensifatkan semua keberhasilan atas kemampuannya tersebut. Keimanan haqiqi pada Ketauhidan Ilahi akan bisa dicapai jika seseorang juga menafikan kemampuan dirinya sendiri. (Malfuzat, vol. III, hal. 79-82).
* * *
Doktrin agama Kristen menyatakan bahwa mereka yang tidak mengimani Trinitas dan tidak menerima penebusan Yesus, maka mereka ini akan masuk neraka untuk selama-lamanya. Sikap membatasi Tuhan yang Maha Tidak Terbatas dengan menyekutukan-Nya melalui tiga atau empat sekutu lalu menganggap masing-masing unsur sebagai suatu yang sempurna, tetapi tetap saja memerlukan bantuan satu sama lain, adalah perbuatan syirik. Menyata¬kan bahwa pada awalnya Tuhan adalah Firman18 dan bahwa Firman itu lalu turun ke dalam rahim Maryam dan dari sana memperoleh bentuk dari darahnya, untuk kemudian dilahirkan dengan cara yang sama sebagaimana manusia lainnya, mengalami semua penyakit semasa kanak-kanak dan setelah dewasa lalu ditangkap dan disalibkan, adalah perbuatan syirik yang menjijikkan karena telah mempertuhan seorang manusia. Tuhan tidak memerlukan turun ke rahim seorang wanita hanya untuk memperoleh kerangka tubuh manusia untuk kemudian ditangkap oleh para musuh-Nya. Fitrat manusia menolak anggapan bahwa Tuhan harus melalui penderitaan demikian mengingat Dia adalah Penguasa segala Keagungan dan tidak bisa menerima bahwa sumber semua kemuliaan itu harus mengalami pelecehan demikian rupa. Umat Kristiani sendiri mengakui bahwa perendahan harkat Tuhan seperti itu baru kali itulah terjadi dan sebelumnya Dia tidak pernah dihinakan. Sebelumnya tidak pernah terjadi bahwa Tuhan harus mendapat bentuk di dalam rahim seorang wanita sebagaimana halnya dengan sperma. Sejak pertama manusia mengenal nama Tuhan, tidak pernah terjadi bahwa Dia harus dilahirkan dari seorang wanita sebagaimana halnya anak manusia. Penganut agama Kristen mengakui semua hal tersebut di atas dan juga mengakui kalau tiga sekawan dalam posisi Ketuhanan tersebut pada awalnya tidak terpisah dalam tiga entitas. Lalu tiba-tiba sekitar 1896 tahun yang lalu dirasa perlu tercipta tiga wujud bagi ketiga anggota persekutuan tersebut. Format sang bapak adalah seperti Adam karena Tuhan menciptakan Adam menurut rancangan gambar-Nya (Kejadian 1:27), sedangkan sang putra dimunculkan dalam bentuk Yesus (Yohanes 1:1), adapun Rohulkudus mengambil bentuk seekor burung merpati (Matius 3:16). Dalam pandangan umat Kristiani, perwujudan ketiga tuhan itu memang berwujud secara abadi, memiliki pengejawantahan yang terpisah satu sama lainnya secara abadi, namun ketiganya secara gabungan disebut Tuhan yang satu. Bagaimana caranya memahami bahwa ketiga entitas itu adalah satu namun memiliki jasad samawi terpisah. Misalnya pun kita satukan pendeta Dr. Martyn Clarke, Pastor Imaduddin dan Pastor Thakar Dass menjadi satu kesatuan yang berfitrat tiga, maka dapat dipastikan bahwa misalnya pun ketiga orang itu diremuk menjadi satu dan sel-sel tubuh mereka dipercampurkan, tetap saja menjadikan satu wujud dari apa yang sebelumnya tiga adalah suatu hal yang mustahil.
Rasanya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ketiga tuhan-tuhan umat Kristen ini adalah seperti tiga orang anggota dewan dan semua keputusan dilakukan secara musyawah atau voting, seolah-olah lembaga Ketuhanan merupakan bentuk pemerintahan republik dan Tuhan tidak bisa melaksanakan pemerintahan sendirian dan harus bergantung pada keputusan dewan. Singkat kata, dapat disimpulkan bahwa tuhan umat Kristen adalah tuhan majemuk itu. (Anjam Atham, Qadian, Ziaul Islam Press; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 11, hal. 34-36, London, 1984).
* * *
Agama Kristen tidak mengenal Ketauhidan Ilahi. Umat Kristen telah berpaling dari Tuhan yang benar dan telah mencipta tuhan baru yang sebenarnya putra seorang wanita Israel. Apakah tuhan baru ini memiliki kadar sama dalam sifat kuasanya sebagaimana Allah yang Maha Agung? Sejarah hidupnya sendiri sayangnya menggambarkan hal yang sebaliknya. Kalau benar ia kuasa maka tak mungkin ia akan disiksa oleh umat Yahudi, tidak akan dipenjarakan oleh bangsa Roma dan tidak juga lalu disalibkan. Ketika umat Yahudi itu menantangnya untuk turun dari atas salib agar mereka bisa beriman kepadanya, mestinya ia langsung turun, namun ia tidak ada memperlihatkan kekuasaannya. Adapun mengenai mukjizat-mukjizat yang dilakukannya, nyatanya masih lebih sedikit dibanding Nabi-nabi lain. Sebagai contoh, kalau umat Kristiani mau membandingkan mukjizat yang dilakukan oleh Nabi Elia sebagaimana dirinci dalam Kitab Injil yang antara lain mencakup menghidup¬kan kembali orang mati, dibanding dengan mukjizat yang dilakukan Yesus putra Maryam, maka mereka akan mengakui bahwa mukjizat Nabi Elia itu lebih akbar dan lebih banyak daripada mukjizat Yesus. Kitab Injil berulangkali menceritakan bagaimana Yesus mengusir ruh setan dari penderita epilepsi (ayan) dan hal ini dianggap sebagai mukjizat akbar. Hal itu menjadi bahan tertawaan para pakar terpelajar sekarang ini karena mereka mengetahui bahwa epilepsi itu adalah akibat dari adanya kelemahan dalam struktur otak manusia, serta tidak ada hubungannya dengan ruh setan.
Tidak kelahiran Yesus dan tidak juga dari antara mukjizat yang dilakukannya yang bisa dikemukakan sebagai bukti ketuhanannya. Allah s.w.t. mengungkap¬kan kelahiran Yohanes Pembaptis bersamaan dengan kelahiran Yesus sendiri dengan tujuan bahwa sebagaimana kelahiran luar biasa Yohanes tidak menjadikannya keluar dari kategori manusia biasa, maka kelahiran Yesus putra Maryam pun tidak menjadikannya sebagai Tuhan. Yesus tidak ada memiliki kekuasaan luar biasa. Beliau adalah seorang rendah hati, punya sifat berupa kelemahan manusiawi serta kurangnya pengetahuan. Injil mengemuka¬kan bahwa beliau tidak ada memiliki pengetahuan mengenai yang tersembunyi, beliau mendatangi pohon ara untuk memakan buahnya tanpa menyadari bahwa pohon itu sedang tidak berbuah. Beliau mengakui tidak mengetahui apa pun mengenai Hari Penghisaban, padahal kalau beliau itu tuhan mestinya tahu. Beliau tidak ada memiliki sifat-sifat Ilahi dan tidak ada sesuatu apa pun di diri beliau yang tidak terdapat pada diri orang lain. Umat Kristen pun mengakui bahwa beliau bisa mati, alangkah menyedih¬kannya bagi suatu agama jika tuhan mereka bisa saja mati. Meski dikatakan bahwa beliau dibangkitkan kembali setelah kematian, rasanya ahl itu tidak memberi¬kan keselesaan. Kita tidak bisa mengandalkan diri kepada sesuatu yang nyawanya setiap saat bisa lepas. (Nasimi Dawat, Qadian, Ziaul Islam Press, 1903; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 19, hal. 378-382, London, 1984).
* * *
Apa gunanya sesembahan atau tuhan yang kemampuannya menurun seperti karakteristik orang yang sudah mulai uzur? Apa perlunya kita dengan tuhan yang tidak bisa mengampuni dosa-dosa hambanya sampai setelah ia didera, diludahi, dipenjarakan untuk terakhir disalibkan? Kami ini tidak bisa menerima sosok tuhan yang bisa dikalahkan oleh bangsa Yahudi yang rendah akhlak dimana mereka sendiri telah kehilangan kerajaan mereka. Kami hanya beriman kepada Allah yang Maha Benar yang telah mengangkat seorang yang miskin dan lemah dari Mekah sebagai Rasul-Nya dan memanifestasikan Kekuatan dan Keagungan-Nya pada masa yang sama kepada seluruh dunia. Ketika Shah Iran mengirim asykarnya untuk menangkap Hadzrat Rasulullah s.a.w., Allah yang Maha Kuasa memerintahkan kepada beliau untuk memberitahukan para asykar tersebut bahwa Tuhan beliau telah membunuh tuhan mereka.
Agar dicermati disini bahwa di satu sisi ada seseorang yang dipertuhan telah ditangkap dan dipenjarakan oleh bangsa Roma sedangkan doanya sepanjang malam kelihatannya tidak dikabulkan, sedangkan di sisi lain adalah satu sosok manusia yang mengaku hanya sebagai seorang Rasul tetapi Allah yang Maha Kuasa malah menghancurkan raja-raja yang menentang beliau.
Bagi mereka yang mencari kebenaran, cermatilah pribahasa yang menyatakan: “Berkawanlah dengan mereka yang bersifat agung, agar engkau pun terbawa menjadi agung.”. Apa gunanya bagi kita agama yang sudah mati, serta manfaat apa yang bisa didapat dari Kitab yang kadaluwarsa dan rahmat apa yang bisa dianugrahkan oleh sosok tuhan yang sudah mati? (Chasmai Masihi, Qadian Magazine Press, 1906; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 20, hal. 353, London, 1984).
* * *
Apa yang umat Kristen coba tablighkan kepada kita adalah suatu kaidah yang bermutu rendah dan memalukan. Bagaimana nalar bisa menerima bahwa seorang makhluk yang lemah yang memiliki sifat-sifat manusia biasa, lalu disembah sebagai tuhan? Bisakah nalar menerimakan bahwa makhluk lainnya boleh mencambuki Pencipta mereka, bahwa para hamba Tuhan harus meludahi wajah Tuhan yang Maha Kuasa, menangkapnya dan menyalibkannya ke kayu salib sebagai sosok yang sama sekali tidak mempunyai kuasa apa pun? Bagaimana kita bisa menerima bahwa seseorang yang menyebut dirinya Tuhan tetapi terpaksa berdoa sepanjang malam memohon kelepasan, dan itu pun kelihatannya doanya tidak langsung dikabulkan? Bisakah batin kita menerimakan bahwa seorang tuhan juga perlu bermukim sembilan bulan di dalam rahim seorang wanita dan memperoleh kehidupan dari darah ibunya untuk kemudian lahir dengan tangisan melalui saluran peranakan wanita yang biasa? Bisakah seorang yang berakal menerima pandangan bahwa setelah suatu periode waktu yang demikian panjang, lalu Tuhan harus terpaksa mewujud dalam suatu tubuh, sebagian dari diri-Nya mengambil bentuk seorang manusia dan bagian lainnya berbentuk burung merpati, dimana ketiga wujud ini lalu menjadi belenggu diri-Nya sepanjang masa? (Kitabul Bariyah, Qadian, Ziaul Islam Press, 1898; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 13, hal. 86-87, London, 1984).

oleh Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Jemaat Ahmadiyah


Read More......

Kemuliaan Akhlak Muhammad Rasulullah saw.

Nabi-nabi dan para orang suci dibangkitkan Allah s.w.t. agar manusia bisa mencontoh perilaku akhlak mereka serta membimbing manusia bersiteguh di jalan yang benar sejalan dengan petunjuk Tuhan. Jelas bahwa mereka selalu memperlihatkan sifat-sifat akhlak yang mulia pada saatnya yang tepat sehingga bisa dicapai tingkat efektivitas yang terbaik. Sebagai contoh, sifat memaafkan adalah suatu hal yang patut dipuji ketika ia yang teraniaya lalu memiliki kekuatan untuk membalas dendam namun tidak dilakukannya. Kesalehan adalah sifat yang baik kalau dilaksanakan ketika seseorang memiliki segalanya untuk memuaskan dirinya.

Rencana Tuhan berkaitan dengan para Nabi dan orang-orang suci adalah agar mereka itu memperlihatkan dan menegakkan semua bentuk dari sifat-sifat akhlak yang mulia. Guna memenuhi rencana demikian maka Allah s.w.t. membagi kehidupan mereka dalam dua bagian. Bagian pertama kehidupan mereka dilalui dalam kesengsaraan dan berbagai penderitaan dimana mereka itu disiksa dan dianiaya, dimana melalui tahapan ini mereka akan memperlihatkan akhlak luhur yang hanya bisa dikemukakan pada saat keadaan sedang sulit. Bila mereka ini tidak diharuskan menjalani kesulitan yang besar maka sukar untuk menegaskan bahwa mereka benar-benar tetap setia kepada Tuhan-nya dalam segala kesulitan serta tetap bersiteguh maju terus dalam upayanya. Mereka bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa bahwa mereka telah dipilih-Nya sebagai sosok yang patut teraniaya di jalan Allah.
Tuhan yang Maha Agung mendera mereka dengan segala cobaan agar terlihat jelas bagaimana manifestasi keteguhan hati dan kesetiaan mereka kepada Tuhan mereka. Dalam hal ini sebagaimana dalam peribahasa, nyata bahwa keteguhan hati itu lebih tinggi nilainya daripada mukjizat. Keteguhan hati yang sempurna tidak akan terlihat jika tidak ada kesulitan besar yang dihadapi dan hanya bisa dihargai jika orang tahu bahwa yang bersangkutan memang telah mengalami goncangan yang dahsyat. Semua musibah tersebut merupakan berkat ruhani bagi para Nabi dan orang-orang suci karena melalui hal itulah sifat-sifat mulia mereka yang tidak ada tandingannya menjadi nyata dan derajat mereka akan ditinggikan di akhirat.
Bila mereka tidak ada mengalami cobaan yang berat maka mereka tidak akan memperoleh berkat-berkat tersebut, tidak juga sifat mulia mereka menjadi tampak kepada umat manusia. Keteguhan hati, kesetiaan dan keberanian mereka tidak akan diakui secara universal. Mereka itu menjadi tiada tara dan tanpa tandingan serta demikian berani dan sempurna sehingga masing-masing dari mereka itu sepadan dengan seribu singa yang berada dalam satu tubuh atau seribu harimau dalam satu kerangka. Dengan cara demikian itulah kekuatan dan kekuasaan mereka menjadi suatu yang diagungkan dalam pandangan manusia dan mereka mencapai tingkatan tinggi dalam kedekatan kepada Allah s.w.t.
Bagian kedua dari kehidupan para Nabi dan orang-orang suci adalah saat kemenangan, derajat mulia dan kekayaan dilimpahkan kepada mereka dimana pada saat itu pun mereka akan memperlihatkan akhlak mulia mereka yang memang efektif pada saat mereka menggenggam kemenangan, kekayaan dan kekuasaan. Mengampuni mereka yang tadinya menyiksa, bersabar hati terhadap para penganiaya, mencintai musuh, tidak mencintai kekayaan atau bangga terhadapnya, membuka gerbang berkat dan kemurahan hati, tidak menjadikan kekayaan sebagai sarana pemuas diri, tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat penindasan, semuanya itu merupakan sifat-sifat mulia dengan persyaratan bahwa yang bersangkutan memang sedang memiliki kekuasaan dan kekayaan. Para Nabi dan orang-orang suci itu malah akan memperlihatkan semua sifat mulia itu saat mereka telah memiliki kekuasaan dan kekayaan.
Kedua bentuk sifat-sifat akhlak mulia tersebut tidak mungkin dimanifestasi¬kan tanpa melalui tahapan kesulitan dan cobaan serta tahapan kekuasaan dan kemakmuran. Kebijaksanaan yang sempurna dari Allah s.w.t. mengharuskan bahwa para Nabi dan orang-orang suci diberikan kedua bentuk kesempatan tersebut yang sebenarnya merupakan realisasi ribuan berkat. Hanya saja urut-urutan dari kondisi demikian tidak akan sama bagi setiap orang. Kebijakan Ilahi menentukan bahwa beberapa orang akan mengalami periode kedamaian dan kenyamanan mendahului periode kesulitan, sedangkan pada yang lainnya dimulai dengan periode kesulitan sebelum datangnya pertolongan Tuhan. Dalam beberapa kejadian, kondisi demikian tidak terlalu jelas perbedaannya sedangkan pada yang lainnya dimanifestasikan secara sempurna.
Berkaitan dengan hal ini yang paling menonjol adalah Hadzrat Rasulullah s.a.w. karena kedua kondisi itu dikenakan secara sempurna atas wujud beliau sedemikian rupa sehingga sifat akhlak beliau menjadi bersinar cemerlang laiknya matahari, dan semua itu tercermin dalam ayat:

“Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak luhur”. (S.68 Al-Qalam:5).
Jika dinilai bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. adalah sempurna di dalam kedua bentuk sifat akhlak melalui pembuktian di atas, maka melalui itu dibuktikan juga keluhuran akhlak para Nabi-nabi lainnya dan dengan demikian telah meneguhkan Kenabian mereka, kitab-kitab yang mereka bawa serta kenyataan bahwa mereka semua adalah kekasih Allah s.w.t. Pendapat ini memupus keberatan sebagian orang akan akhlak Nabi Isa a.s. yang dianggap tidak cukup sempurna menghadapi kedua kondisi tersebut. Memang benar bahwa Nabi Isa a.s. menunjukkan keteguhan hati dalam keadaan kesulitan, hanya saja bentuk kesempurnaan akhlak tersebut baru akan terlihat sempurna jika saja pada saat itu Nabi Isa memperoleh kekuasaan dan keunggulan di atas para penganiaya beliau dan beliau kemudian mengampuni mereka dari lubuk hati yang paling dalam sebagaimana halnya perlakuan Hadzrat Rasulullah s.a.w. terhadap penduduk Mekah saat kota itu takluk kepada umat Islam. Penduduk kota Mekah memperoleh pengampunan penuh kecuali beberapa orang yang ditetapkan Tuhan harus menjalani hukuman karena kejahatan mereka yang luar biasa.
Hadzrat Rasulullah s.a.w. setelah mencapai kemenangan malah mengumumkan:
?? ????? ????? ???? ?
“Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.”.
Karena adanya pengampunan demikian yang semula dianggap mustahil dalam pandangan para musuh beliau, dimana tadinya mereka merasa patut dihukum mati atas segala kejahatan mereka, maka beribu-ribu orang lalu baiat ke dalam agama Islam dalam jangka waktu bilangan jam saja.
Keteguhan hati Hadzrat Rasulullah s.a.w. yang diperlihatkan dalam jangka waktu panjang di bawah penganiayaan mereka, di mata mereka menjadi cemerlang bercahaya seperti matahari. Sudah menjadi fitrat manusia bahwa keagungan dari keteguhan hati seseorang menjadi nyata saat yang bersangkutan mengampuni para penganiayanya ketika ia kemudian memperoleh kekuasaan di atas mereka. Karena itulah sifat luhur akhlak Nabi Isa a.s. di bidang keteguhan, kelemah-lembutan dan daya tahan tidak terlihat sepenuhnya dimana tidak jelas apakah keteguhan sikapnya itu karena pilihan sendiri atau memang karena terpaksa. Nabi Isa a.s. tidak sempat memperoleh kekuasaan di atas para penganiaya beliau sehingga tidak bisa dibuktikan apakah beliau memang kemudian akan mengampuni para musuhnya atau memilih mengambil pembalasan dendam atas diri mereka itu.

Berbeda dengan keadaan Nabi Isa a.s., sifat mulia dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. telah diperlihatkan dalam ratusan kejadian dan kenyataannya bersinar terang seperti sang surya. Sifat-sifat seperti murah hati, welas asih, pengurbanan, keberanian, kesalehan, kepuasan hati atas apa yang ada serta menarik diri dari duniawi, semuanya itu jelas sekali pada sosok Nabi Suci s.a.w. dibanding dengan Nabi-nabi lainnya. Allah yang Maha Kaya menganugerahkan harta benda yang amat banyak kepada Hadzrat Rasulullah s.a.w. dan beliau membelanjakan nya semua di jalan Allah dan tidak ada sekeping mata uang pun yang digunakan untuk kepuasan diri sendiri. Beliau tidak ada mendirikan bangunan megah atau istana untuk diri sendiri dan tetap saja hidup di sebuah gubuk tanah liat yang tidak berbeda dengan rumah kediaman umat yang paling miskin. Beliau berlaku welas asih terhadap mereka yang tadinya menganiaya beliau serta menolong mereka dengan daya sarana milik beliau sendiri. Beliau tinggal di sebuah gubuk tanah liat, tidur di lantai serta makan dari roti gandum yang kasar atau puasa jika tidak ada apa-apa. Beliau dikaruniai kekayaan dunia dalam jumlah amat besar tetapi beliau tidak mau mengotori tangan beliau dengan harta itu dan tetap memilih hidup miskin daripada kemewahan serta kelemah-lembutan daripada kekuasaan. Dari sejak hari pertama beliau diutus sampai dengan saat beliau kembali kepada Tuhan beliau di langit, beliau tidak pernah menganggap penting apa pun selain Allah s.w.t. Beliau memberikan bukti keberanian, kesetiaan dan keteguhan hati di medan perang menghadapi ribuan musuh dimana maut mengintai selalu, semata-mata hanya karena Allah. Singkat kata, Allah yang Maha Agung memanifestasikan sifat-sifat mulia beliau seperti welas asih, kesalehan, kepuasan atas apa yang ada, keberanian dan segala hal yang berkaitan dengan kecintaan kepada Allah s.w.t. yang padanannya belum pernah ada pada masa sebelum beliau dan tidak akan pernah ada lagi setelah beliau.
Berkaitan dengan Nabi Isa a.s., sifat akhlak mulia tersebut tidak jelas dimanifestasikan karena hal seperti itu baru akan nyata jika seseorang kemudian memperoleh kekayaan dan kekuasaan, dan hal itu tidak ada terjadi pada diri Nabi Isa a.s. Pada keadaan beliau ini, kedua bentuk sifat akhlak tersebut tetap tinggal tersembunyi karena kondisi untuk manifestasinya tidak ada. Namun keberatan yang dianggap sebagai kekurangan pada diri nabi Isa a.s. tersebut telah ditimbali dengan contoh sempurna dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. karena contoh yang dikemukakan Nabi Suci s.a.w. telah menyempurna¬kan dan melengkapi kekurangan pada Nabi-nabi lain sehingga apa yang semula meragukan sekarang telah jadi jelas. Wahyu dan Kenabian berakhir di sosok yang mulia ini karena semua keluhuran telah mencapai puncaknya dalam diri beliau. Semua ini merupakan rahmat Allah s.w.t. yang dikaruniakan kepada siapa yang dipilih-Nya. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 276-292, London, 1984).
* * *
Allah yang Maha Agung telah membagi kehidupan Nabi kita Hadzrat Rasulullah s.a.w. dalam dua bagian, yaitu bagian pertama yang merupakan periode kegetiran, kesulitan dan penderitaan, sedangkan bagian berikutnya adalah ketika tiba masa kemenangan. Selama masa penderitaan akan muncul sifat-sifat akhlak beliau yang sesuai dengan masa tersebut, sedangkan pada waktu tiba masa kejayaan dan kekuasaan, maka muncul akhlak mulia beliau yang tidak akan jelas nyata jika tidak dilambari latar belakang kedigjayaan. Dengan demikian kedua bentuk sifat akhlak mulia beliau menjadi nyata karena melalui kedua periode masa seperti itu.
Dengan membaca sejarah tentang masa kesulitan beliau di Mekah yang berlangsung selama tigabelas tahun, kita bisa melihat secara nyata bagaimana beliau memperlihatkan akhlak seorang muttaqi yang sempurna di dalam masa kesulitan yaitu meletakkan kepercayaan sepenuhnya kepada Allah s.w.t. tanpa mengeluh sama sekali, tidak mengendurkan pelaksanaan tugas beliau, tidak takut kepada siapa pun, semuanya itu dilakukan sedemikian rupa sehingga para orang kafir pun menjadi beriman karena menyaksikan keteguhan hati yang demikian rupa dan menyadari bahwa jika seseorang tidak memiliki keimanan yang demikian kuat, mustahil yang bersangkutan akan dapat menanggung penderitaan tersebut dengan keteguhan hati.
Ketika tiba masa kemenangan, kekuasaan dan kemakmuran, lalu muncul sifat akhlak mulia Hadzrat Rasulullah s.a.w. yang lain yang berbentuk pengampunan, kemurahan hati dan keberanian yang diperlihatkan sedemikian sempurna sehingga sejumlah besar orang kafir lalu beriman kepada beliau. Beliau memaafkan mereka yang telah menganiaya beliau dan memberikan keamanan kepada mereka yang telah mengusir beliau dari Mekah serta menolong mereka yang membutuhkan bantuan. Justru setelah menggenggam tampuk kekuasaan di atas para musuh, beliau malah mengampuni mereka. Banyak orang yang menyaksikan akhlak mulia beliau menyatakan bahwa hanya orang yang muttaqi dan datang sebagai utusan Tuhan saja yang mungkin bisa memiliki akhlak demikian. Itulah sebabnya sisa-sisa rasa permusuhan para lawan beliau langsung menghilang. Akhlak mulia beliau juga dinyatakan oleh Kitab Suci Al-Qur’an dalam ayat:

“Katakanlah: "Sesungguhnya sembahyangku dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah semata-mata untuk Allah, Tuhan semesta alam"“. (S.6 Al-Anaam:163).
Berarti seluruh hidup beliau telah diikrarkan bagi manifestasi keagungan Tuhan serta memberikan kenyamanan kepada para makhluk-Nya agar melalui kewafatan beliau mereka semua itu akan memperoleh kehidupan.
(Islami Usulki Philosophy, Ruhani Khazain, vol. 10, hal. 447-448, London, 1984).
* * *
Yang tertinggi dari segala kehormatan adalah kehormatan dari Hadzrat Rasululah s.a.w. yang telah mempengaruhi keseluruhan dunia Islam. Kehormatan beliau telah menghidupkan kembali dunia ini. Di tanah Arab pada masa beliau, perzinahan, permabukan dan perkelahian menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Hak azasi manusia sama sekali terabaikan. Tidak ada rasa welas asih sama sekali terhadap sesama umat manusia. Bahkan hak dari Allah s.w.t. juga telah diingkari orang sama sekali. Bebatuan, pepohonan dan bintang-bintang diimbuhi dengan sifat-sifat samawi. Berbagai bentuk syirik berkembang luas di masyarakat. Tidak hanya wujud manusia, bahkan alat kelaminnya (genitalia) pun juga disembah. Seseorang yang berpikiran waras jika melihat keadaan demikian walaupun hanya sesaat, ia akan menyimpulkan adanya kegelapan, kefasikan dan penindasan sedang merajalela. Kelumpuhan biasanya menyerang satu sisi, tetapi ini adalah kelumpuhan yang menghantam kedua sisi (jiwa dan raga). Seluruh dunia terkesan sudah membusuk. Tidak ada kedamaian sama sekali baik di muka bumi atau pun di lautan.
Hadzrat Rasulullah s.a.w. muncul dalam abad kegelapan dan kehancuran demikian dan beliau kemudian memperbaiki secara sempurna kedua sisi perimbangan dan menegakkan kembali hak-hak Tuhan serta hak-hak manusia di posisinya yang tepat. Kekuatan moril dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. dengan demikian bisa diukur dengan melihat kondisi masa tersebut. Penganiayaan yang ditimpakan kepada beliau dan para pengikut beliau serta perlakuan beliau terhadap para musuh ketika beliau telah memperoleh kemenangan atas mereka telah menunjukkan betapa luhurnya derajat beliau.
Tidak ada jenis siksaan lain yang belum pernah ditimpakan oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya terhadap Nabi Suci s.a.w. dan para sahabat beliau. Wanita-wanita Muslim disiksa dengan cara mengikat kaki mereka masing-masing kepada dua unta yang dihalau ke arah berlawanan sehingga tubuh mereka terbelah dua, padahal kesalahan mereka hanya karena beriman kepada Ke-Esaan Tuhan dan menyatakan:
????? ??????? ??????? ? ????
Beliau memikul semua penderitaan dengan keteguhan hati, tetapi pada waktu Mekah ditaklukkan, beliau malah mengampuni para musuh tersebut dan menenteramkan mereka dengan ucapan: “Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.”. Semua itu merupakan kesempurnaan akhlak mulia beliau yang tidak ditemukan pada Nabi lainnya. Ya Allah turunkanlah salam dan rahmat-Mu atas beliau dan umat beliau. (Malfuzat, vol. II, hal. 79-80).



Read More......

Al-Qur’an Telah Mencakup Seluruh Kebenaran

Menjadi keyakinanku bahwa Kitab Suci Al-Qur’an bersifat sempurna dalam ajarannya dan lengkap berisi semua kebenaran yang ada sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah s.w.t. bahwa:

“Telah Kami turunkan kepada engkau kitab itu untuk menjelas kan segala sesuatu”. (S.16 An-Nahl:90)
serta ayat:

“Tiada sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini”. (S.6 Al-Anaam:39).

Tetapi aku juga berpendapat bahwa bukanlah fungsi dari setiap ulama atau maulvi untuk mengemukakan dan mencanangkan masalah-masalah keagamaan dari Al-Qur’an. Ini adalah fungsi dari orang-orang yang secara khusus telah ditolong oleh wahyu Ilahi sebagai bagian dari semi Kenabian atau kesucian. Mereka yang bukan penerima wahyu, sebenarnya tidak cukup kompeten untuk mengemukakan wawasan Al-Qur’an. Satu-satunya cara terbaik bagi mereka adalah menerima semua ajaran yang telah diterima turun temurun tanpa berusaha ingin menafsirkan Al-Qur’an.

Mereka yang memperoleh pencerahan dengan Nur wahyu suci termasuk di antara mereka yang disucikan. Kepada mereka inilah Allah s.w.t. dari waktu ke waktu membukakan mutiara-mutiara hikmah yang tersembunyi di dalam Al-Qur’an serta menjelaskan kepada mereka bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. tidak ada menambah-nambahkan apa pun pendapat beliau sendiri ke dalam Al-Qur’an, disamping mengemukakan bahwa Hadits yang sahih hanya mengemukakan rincian dari prinsip-prinsip dan pengarahan yang ada di dalam Al-Qur’an. Dengan diungkapkannya wawasan ini maka mukjizat Al-Qur’an jadi merona nyata bagi mereka dan kebenaran dari ayat-ayat yang menurut Allah s.w.t. “tiada sesuatu yang Kami alpakan dalam Kitab ini”. menjadi jelas bagi mereka. (Al-Haq, Mubahisa Ludhiana, Qadian, 1903, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 4, hal. 80-81, London, 1984).
* * *
Makna daripada ayat:




“Dia-lah yang telah mengutus di tengah-tengah bangsa yang butahuruf seorang rasul dari antara mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah”. (S.62 Al-Jumuah:3)
ini ialah untuk menunjukkan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an mempunyai dua tujuan akbar yang untuk itu maka telah diutus Hadzrat Rasulullah s.a.w. Yang pertama adalah hikmah kebijaksanaan Al-Qur’an yaitu yang berkaitan dengan wawasan dan mutiara-mutiara hikmah yang dikandungnya. Yang kedua adalah pengaruh dari Al-Qur’an dalam menyucikan batin.
Penjagaan Al-Qur’an tidak saja berarti memelihara keutuhan teksnya, karena fungsi seperti ini juga telah dilakukan oleh umat Yahudi dan Kristiani berkaitan dengan Kitab-kitab suci mereka sejak dahulu, sedemikian rupa sehingga tekanan huruf-huruf hidup (vowel) dari Kitab Taurat pun mendapat perhatian mereka. Yang dimaksud dengan penjagaan Al-Qur’an tidak saja hanya memelihara teksnya tetapi juga memelihara kemaslahatan dan pengaruh Kitab tersebut dan hal ini bisa dilakukan sejalan dengan pengelolaan Ilahi jika dari waktu ke waktu selalu didatangkan wakil-wakil dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. dimana mereka ini memperoleh berkat Kerasulan sebagai pantulan refleksi wujud beliau. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan bermuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum mereka; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhoi bagi mereka dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka. Mereka akan menyembah kepada-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Daku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka”. (S.24 An-Nur:56).
Ayat ini menjelaskan makna dari ayat lainnya yaitu:

“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya”. (S.15 Al-Hijr:10)
sebagai jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana Al-Qur’an itu akan dijaga. Allah yang Maha Agung telah berfirman bahwa dari waktu ke waktu Dia akan mengirimkan pewaris Hadzrat Rasulullah s.a.w.
(Shahadatul Qur’an, Panjab Press, Sialkot, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 6, hal. 338-339, London, 1984).

oleh Mirza Ghulam Ahmad pendiri Jemaat Ahmadiyah

Read More......